Minggu, 23 Desember 2012

Tiga bersaudara dan sang pengemis




Pada zaman dahulu hiduplah tiga bersaudara miskin yang mewarisi sebuah pohon per. Masing-masing dari mereka memiliki bagian yang sama dari buah yang dihasilkan. Mereka bergantian merawat pohon ini.

Pada suatu hari, seorang pengemis datang menghampiri ketiga orang bersaudara ini pada saat yang berbeda-beda. Ia datang untuk mengemis buah.

“Ambillah buah ini,” demikian masing-masing dari ketiga orang bersaudara ini mengatakan, “semuanya adalah bagian saya, namun saya tidak bisa memberikan bagian saudara-saudara saya.” Sang pengemis senang terhadap kemurahan hati ketiga orang bersaudara ini. Sang pengemis, walaupun berpakaian miskin, memiliki kekuatan misterius. Ia menanyakan kepada masing-masing dari ketiga orang bersaudara ini, apa yang mereka inginkan sebagai hadiah.

Saudara yg pertama mengatakan, “Saya menginginkan kebun buah yang baik hasilnya.” Sang pengemis mengajaknya melewati sebuah celah gunung dan menunjukkan kebun apel, per dan anggur yang paling banyak buahnya. Sebanyak 12 pekerja yang kuat sedang merawatnya.

Pertanyaan yang sama diajukan kepada saudara yang kedua. “Saya menginginkan sekawanan kambing domba yang baik,” jawabnya. Ke jalan lain sang pengemis menunjukkan sekawanan domba sedang memakan rumput dan kambing-kambing sedang diperah susunya. “Semuanya itu untukmu.”

Tibalah giliran saudara yg ketiga untuk menjawab, “Saya hanya menginginkan seorang gadis suci yang murni sebagai istri saya.” Sang pengemis tertegun, karena ia tidak sanggup langsung memunculkan wanita seperti itu. “Kalau engkau tidak keberatan saya akan mencari gadis yang engkau gambarkan,” kata pengemis. “Terima kasih, dan sementara engkau mencari, saya akan bersabar,” demikian saudara yang ketiga menjawab.

Akan tetapi tidak lama kemudian, sang pengemis membawakan seorang wanita cantik yang baik. Sang pemuda menyukai apa yang dilihatnya. Maka mereka pun menikah. Istrinya cukup senang tinggal di rumah tua suaminya. Mereka bekerja keras dan merawat pohon per satu-satunya yang mereka miliki.

Setelah setahun berlalu, sang pengemis, menyamar dalam pakaian yang lebih compang-camping lagi, tampak letih lesu, muncul di hadapan ketiga orang bersaudara ini. Mereka sama sekali tidak mengenalnya. Ia pergi kepada saudara yang pertama, yang kebunnya telah menghasilkan segala jenis buah. “Bolehkah saya meminta beberapa buah anggurnya?” kata sang pengemis. Saudara yang tinggi hati itu mengusir sang pengemis sambil berseru, “Seandainya saya memberikan anggurnya kepada setiap pengemis, jangan-jangan saya sendiri kehabisan.” “Ikutlah saya,” kata sang pengemis sambil menyeret saudara yang pertama itu. “Engkau tidak layak diberikan karunia dan engkau harus kembali pada kemiskinanmu. Karena sifatmu yang mementingkan diri sendiri, segala yang engkau miliki akan diambil.”

Lalu sang pengemis pergi ke saudara yg telah menerima kawanan kambing domba. “Bolehkah saya meminta susu kambingnya?” Saudara yang satu ini membentak, “Susunya telah dijual kepada seorang petani. Sisa susunya yang sedikit adalah untuk keluarga saya!” Padahal, kawanan dombanya telah menjadi sepuluh kali lipat banyaknya. Sang pengemis menyeret saudara yang satu ini dan membawanya ke tempat di mana kawanan kambing dombanya berada. “Enyahlah!” demikian sang pengemis berseru, maka kawanan kambing domba itu pun berhamburan dan saudara yang satu ini tidak pernah melihatnya lagi.

Sang pengemis pergi ke saudara yang ketiga. Saudara yang ketiga ini melihat sang pengemis dan mengatakan, “Silakan makan bersama kami. Istri saya akan dengan senang hati membuatkan kue. Kami juga mempunyai buah per untukmu.” Sambil menengok kepada sang istri, sang pengemis bertanya, “Sedang hamil ya? Kapan waktunya bersalin?” “Seharusnya sekarang ini,” jawab sang istri.

Setelah kenyang makan, sang pengemis mengucapkan terima kasih kepada pasangan ini dan berkomentar bahwa pohon pernya tidak berbuah. “Setiap pohonnya berbuah, kami memberikan buahnya kepada tetangga-tetangga kami yang miskin karena mereka lebih membutuhkannya daripada kami. Kami selalu menyimpan satu dua buah kalau-kalau ada orang asing datang.”

Malam itu sang pengemis tidur nyenyak di atas jerami segar yang disediakan oleh pasangan ini. Akan tetapi, ia terjaga ketika sang suami datang kegirangan dan memberitahukan bahwa sudah tiba waktu bagi istrinya untuk melahirkan. “Bisakah engkau memanggilkan tetangga? Saya akan memasak air agar mendidih begitu tetangga datang. Ia mengetahui apa yang harus dilakukannya.”

Sang suami dan sang pengemis menunggu hingga mereka mendengar suara tangis sang bayi. “Engkau mendapatkan seorang anak laki-laki yang sehat,” demikian sang tetangga mengumumkan dengan gembira. Sang pengemis tetap tinggal hingga perayaan berakhir.

Kali ini, sebelum pergi, sang pengemis mengucapkan selamat kepada pasangan ini. Dan dengan sikap orang bijak bermartabat, ia menggendong sang bayi dan mengatakan, “Kebajikan orangtuamu akan diberikan imbalan. Engkau akan membawakan kemujuran bagi mereka maupun adik-adikmu yang akan menyusulmu.” Ketika sang pengemis mengembalikan bayinya kepada sang ibu, ia menambahkan, “Saya mempunyai sedikit hadiah. Jangan membuka tasnya hingga saya pergi.” Pasangan ini demikian sibuk dengan bayi mereka sehingga mereka melupakan hadiah tersebut.

Pada suatu hati, ketika sang istri sedang membersihkan ruangan, ia memperhatikan kantong tersebut. “Suamiku, cepat lihat apa isinya!” Mereka terkejut menemukan kantongnya penuh dengan uang logam emas. Ramalan sang pengemis menjadi kenyataan!

Pohon per-nya menghasilkan buah-buahan ranum sepanjang tahun. Keempat anak pasangan ini bergantian merawat pohon ini. Seperti orangtua mereka, mereka juga membagikan buah-buahnya kepada teman-teman sekolah, tetangga , dan siapa pun yang kebetulan lewat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar